Senin, 12 Maret 2018

Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha


Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha

Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmqYAMFCooe40pg1sCfKjUsS0J8uOu00xa2vk23EubCyFeK-HpA9ncklVEXwyvvllxxRpzZxBDPcD_vXuqGXVjJ7gOygAbLVbr4Leio2D6xFDmYjZ6CSiZm3jUodsq6zg2mRPpJk9b9Rz1/s1600/Kerajaan+Kediri+Kelas+X+SMA+Kurikulum+2013.png


Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut.
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagianbagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candicandi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.
2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dindingdinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dindingdinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.
3. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusasteraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).
Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia.
Di samping bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokohtokoh punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokohtokoh ini tidak ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang sangat cepat didukung oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).
4. Sistem Kepercayaan
Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-simbol yang bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka. Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme).
Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
5. Sistem Pemerintahan
Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas terjadi di Kutai.
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal, rohnya dipuja-puja.

7 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha

Akulturasi kebudayaan merupakan suatu proses percampuran diantara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lainnya, sehingga menghasilkan kebudayaan baru, Kebudayaan baru yang menjadi hasil percampuran, tersebut masing-masing tidak kehilangan ciri khas / kepribadian nya. Oleh karena nya, untuk dapat berakulturasi, tiap-tiap kebudayaan harus seimbang. Begitu pula untuk Akulturasi kebudayaan Hindu-Budha dari India dengan kebudayaan Lokal asli Indonesia.
7 Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu Budha dengan kebudayaan Lokal asli Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Contoh Akulturasi Seni Rupa dan Seni Ukir
Adanya pengaruh dari India tentu saja membawa perkembangan di dalam bidang Seni Rupa, ukir maupun pahat. Hal ini kenyataannya bisa disaksikan pada seni ukir atau relief-relief yang dipahat di bagian dinding candi. Misalkan Relief yang dipahat pada Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat sang Buddha.
2. Contoh Akulturasi Seni Bangunan
Bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah bentuk akulturasi antara unsur budaya Hindu Budha dengan budaya Lokal asli Indonesia. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan Buddha / dewa, serta bagian dari stupa dan candi merupakan unsur-unsur dari India. Bentuk candi di Indonesia pada hakikatnya merupakan punden berundak yang tidak lain merupakan unsur asli Indonesia. Candi Borobudur adalah salah satu dari contoh akulturasi tersebut.

3. Contoh Akulturasi Seni Aksara dan Seni Sastra
Masuknya budaya India di Indonesia membawa pengaruh perkembangan seni sastra yang cukup besar di Indonesia. Seni Sastra pada masa itu ada yang berbentuk puisi dan ada juga yang berbentuk prosa. dilihar dari isinya, kesusastraan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
Kitab hukum
Tutur (Pitutur kitab keagamaan)
Wiracarita (Kepahlawanan)
Bentuk wiracarita sangat populer di Indonesia. Misal seperti Bharatayuda, yang digubah Mpu Panuluh dan Mpu Sedah.
Wayang Kulit, Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha
Wayang Kulit

Karya Sastra yang semakin berkembang terutama yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata ini, yang telah memunculkan seni pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sudah sangat mendarah familiar. Cerita di dalam pertunjukan wayang kulit ini berasal dari India, namun wayangnya berasal dari Indonesia asli.

4. Contoh Akulturasi Seni Pertunjukan
JLA Brandes berpendapat bahwa Gamelan adalah salah satu instrumen diantara seni pertunjukan asil yang dimiliki oleh Indonesia sebelum unsur-unsur budaya dari India masuk. Selama berabad-abad, gamelan telah mengalami perkembangan dengan masuknya unsur budaya baru baik pada segi bentuk maupun kualitas.
Macam-macam gamelan itu sendiri dapat dikelompokkan dalam:
Xylophones
Chordophones
Membranophones
Aerophones
Tidophones

5. Contoh Akulturasi Sistem Kepercayaan
Sejak masa pra aksara, masyarakat di Kepulauan Indonesia sudah mengenali adanya simbol-simbol yang bermakna filosofis. misalnya jika terddapat orang yang meninggal, di dalam kuburnya disertai dengan beberapa benda. Diantara benda tersebut biasanya terdapat lukisan orang yang sedang naik perahu, yang bermakna bahwa orang yang telah wafat, rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yakni alam baka.

Masyarakat pada kala itu sudah percaya bahwa adanya kehidupan setelah mati yakni sebagai roh-roh halus. Maka, roh nenek moyang mereka dipuja oleh orang yang masih hidup.

Sesudah Masuknya pengaruh India, kepercayaan atas roh halus tidak hilang. Contohnya bisa dilihat pada fungsi candi. Fungsi kuil atau candi di India ialah sebagai tempat pemujaan. Sedang Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang sudah meninggal. Hal Ini jelas sebagai perpaduan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman serta pemujaan roh nenek moyang yang sudah ada di Indonesia.

6. Contoh Akulturasi Arsitektur
Bangunan keagamaan seperti candi sangat dikenal pada masa Hindu Budha. Hal tersebut terlihat jelas di mana pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu, seperti Cadi Gedungsongo maupun Candi Sewu.

Bangunan pertapaan wihara juga merupakan bangunan yang berundak. Terlihat di beberapa Candi Tikus, Candi Jalatunda, dan Candi Plaosan.

Bangunan suci berundak tersebut sebenarnya telah berkembang pada zaman pra aksara, yang menggambarkan alam semesta yang bertingkat. Tingkat paling atas adalah tempat semayam para roh leluhur (nenek moyang).

7. Contoh Akulturasi Sistem Pemerintahan
Sesudah datangnya Budaya India di Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud ialah semacam pemerintah di suatu daerah tertentu (seperti desa). Rakyat mengangkat seorang kepala suku (pemimpin). Orang yang dipilih sebagai kepala suku biasanya orang yang sudah tua (senior) dapat membimbing, berwibawa, arif, memiliki kelebihan tertentu seperti di bidang ekonomi dan biasanya dianggap mempunyai semacam kekuatan gaib atau kesaktian.

Sesudah pengaruh budaya India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja kemudian wilayahnya disebut sebagai wilayah kerajaan. Contoh nya seperti di Kutai.

wayang kulit.JPGmarkijar.com - sriwijaya 3.jpgmarkijar.com - sriwijaya 4.JPG
Wayang Kulit                               Candi Borobudur           Relief Candi Borobudur